Ajang MTQ, Tradisi yang Mebudaya Di Kota Cirebon

 

Kontestan MTQ Pekalipan 2025 - Dipotret oleh Raihan


Mèrtika, Cirebon – Di tengah riuh kehidupan perkotaan yang kian modern, suara-suara merdu lantunan ayat suci Al-Qur’an tetap bergema di Kota Cirebon. Bukan dari corong masjid semata, tetapi juga dari panggung-panggung Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) yang telah menjadi tradisi tahunan dan membudaya. Dari anak-anak hingga remaja, dari kampung pesisir hingga pusat kota, semangat MTQ seolah meresap dalam denyut kehidupan masyarakat kota wali.

Tahun 2025 menjadi catatan penting bagi dua kecamatan, Lemahwungkuk dan Pekalipan. Keduanya menghadirkan ajang MTQ yang tidak hanya meriah, tetapi juga terdapat sisi makna. Lemahwungkuk dengan lonjakan peserta yang membludak, Pekalipan dengan ambisi mempertahankan gelar juara umum. Dua wajah ini seakan melengkapi panorama Qur’ani di Cirebon.

 
Lemahwungkuk: Lonjakan Peserta dan Antusiasme Generasi Muda

Tengah: Aspemkersa dengan diapit oleh Camat Lemahwungkuk beserta jajarannya


Senin, 12 Agustus 2025, halaman kantor Kecamatan Lemahwungkuk penuh sesak. Anak-anak berbaju koko rapi, remaja dengan busana muslimah yang anggun, orang tua dan guru pembina yang mendampingi penuh harap. Suasana itu mengiringi pelaksanaan MTQ ke-57 tingkat Kecamatan Lemahwungkuk.

Adam Wallesa, Ketua Kecamatan Lemahwungkuk, mengaku bangga dengan pagelaran tahun ini. Pasalanya, sebanyak 87 peserta dari empat kelurahan ikut serta. Angka itu meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya berkisar 60-an. Cabang yang dilombakan pun cukup beragaTilawah, Syarhul Hidayatul Qur’an, Musabaqoh Hifdzil Qur’an, Tahfidz, dan Murottal.

“Ini sangat membahagiakan tentunya, ada kenaikan jumlah peserta. Alhamdulillah masing-masing-masing peserta telah melaksanakan mtq tingkat kelurahannya masing-masing” katanya dengan penuh semangat. Baginya, meningkatnya peserta adalah indikator keberhasilan pembinaan di tingkat kelurahan. Ada kesinambungan antara lomba kecil di kampung hingga panggung besar di kecamatan.

“Ini bisa jadi maksimalkan untuk diajukan ke tingkat kota dan seterusnya,” tambahnya.

 

Suara dari Peserta: Zakiyudin dan Ajang Sosial-Religius yang Membudaya

Di balik angka peserta dan ambisi kecamatan, ada kisah personal yang menggugah. Salah satunya datang dari Zakiyudin, peserta MTQ Kecamatan Lemahwungkuk. Tahun ini ia kembali meraih juara II cabang Qofti, meski hanya punya waktu dua hari untuk mempersiapkan diri bersama pembinanya, Ustadz Muzaki dari Kebon Baru.

Zakiyudin pemenang juara II cabang Qofti Kec. Lemahwungkuk


“Dalam dua hari itu ada pelatihan yang intensif. Alhamdulillah, saya bisa meraih juara dua, sama seperti tahun lalu,” katanya. Baginya, MTQ lebih dari sekadar lomba.

“Perlombaan itu bukan semata untuk mengejar juara. MTQ adalah wadah untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Al-Qur’an, melatih mental kompetitor, sekaligus memperkuat syiar Islam,” lanjutnya.

Pengalaman Zakiyudin menggambarkan proses panjang MTQ. Dari tingkat kelurahan sebagai tahap pertama, kecamatan sebagai tahap kedua, hingga kota dan nasional. Setiap tahap melatih ketekunan, kesabaran, dan kecintaan pada kitab suci.

 

Pekalipan: Optimisme Pertahankan Gelar Juara Umum

Dua di tengah: Staf Ahli Aspemkersa dan Camat Pekalipan diapit oleh sejumlah jajaran pemerintahan kecamatan dan aparat.


Berbeda dengan Lemahwungkuk yang fokus pada lonjakan jumlah peserta, Kecamatan Pekalipan mengusung misi mempertahankan prestasi. MTQ tingkat kecamatan yang digelar Kamis, 14 Agustus 2025, menjadi ajang pemanasan untuk menuju tingkat kota.

Pekalipan bukan sekadar peserta rutin. Selama dua tahun berturut-turut, kecamatan ini sukses menyabet juara umum MTQ tingkat Kota Cirebon. Tahun ini, mereka kembali menargetkan prestasi serupa.

Camat Pekalipan, Gandi, bahkan menyebut optimisme mereka mencapai “seratus persen.” Menurutnya, kesuksesan itu lahir dari pembinaan berjenjang yang konsisten. Dari tingkat kelurahan, setiap peserta terbaik dipersiapkan untuk melangkah lebih jauh. Apresiasi datang pula dari Eli Haryati, Staf Ahli Aspemkersa Kota Cirebon.

“MTQ bukan hanya lomba, tapi momentum sinergi masyarakat dan pemerintah. Dari sinilah kita harapkan lahir generasi Islami yang cemerlang di masa depan,” ujarnya.

Dua tahun kemenangan beruntun menjadikan Pekalipan bukan sekadar peserta, tetapi simbol gengsi. Setiap gelar juara bukan hanya milik individu, melainkan kebanggaan kolektif masyarakat.

Meski berbalut nuansa kompetisi, MTQ di Cirebon sejatinya menyimpan makna yang lebih dalam. Ia menjadi benteng spiritual di tengah derasnya arus globalisasi. Sutikno, Staf Ahli Aspemkersa, menegaskan relevansi MTQ di era digital. PAsalnya, anak-anak generasi sekarang tumbuh di tengah derasnya arus media sosial.

“MTQ hadir sebagai ruang yang mempertemukan mereka dengan Al-Qur’an. Dari sini, karakter Islami bisa tumbuh kuat,” tegasnya.

Keterlibatan generasi muda menjadi bukti nyata. Di Lemahwungkuk, mayoritas peserta berasal dari kalangan remaja belasan hingga awal dua puluhan tahun. Sementara di Pekalipan, pola pembinaan lebih terstruktur: setiap peserta tidak hanya dipersiapkan untuk lomba, tetapi juga diarahkan menjadi teladan di tengah masyarakat.

Dari tingkat kelurahan ke kecamatan, lalu kota hingga provinsi, sistem berjenjang ini memastikan setiap juara benar-benar ditempa. Lemahwungkuk dengan lonjakan peserta barunya, dan Pekalipan dengan tradisi juara yang konsisten, sama-sama menjadi fondasi lahirnya generasi Qur’ani yang siap membawa harum nama Cirebon.

Ajang MTQ 2025 pun memperlihatkan arah yang menjanjikan: meningkatnya jumlah peserta, pembinaan yang lebih rapi, dan dukungan masyarakat yang tetap kuat. Semua itu membuktikan bahwa MTQ bukan sekadar lomba tahunan, melainkan ruang kultural yang hidup dan relevan hingga kini.

 

 

Penulis: Raihan Athaya Mustafa

Editor: Redaksi Mèrtika

Posting Komentar

0 Komentar